Bayang Bayang Senja, Gadis Yang Tak Terkendali (Part-3 Akhir)

Bayang Bayang Senja, Gadis Yang Tak Terkendali (Part-3 Akhir)
Serempak seisi rumah terkejut, Ayah kecelakan dan meninggal ditempat saat perjalanan pulang kerja, Aku melihat keatas. Inikah takdir Mu, kenapa disaat Aku ingin merasakan cinta dari orang yang Aku benci Engkau justru mengambilnya?

jagatkitasama.com – “Mau sampai kapan Kamu seperti ini nak?”

Suara ibu Tasha membuyarkan lamunanku… ya selama ada disini pekerjaanku hanya melamun saja

Bacaan Lainnya

“Tante..”

“Senja..bukanya tante tidak suka kamu ada disini, sudah hampir satu minggu lho kamu pergi dari rumah apa kamu tidak kangen sama mereka?”

Ku pandangi wajah ibu temanku yang cantik ini, mereka, siapa yang ibu Tasha maksud tentang mereka apa semua keluarga ku? Termasuk ayah tiriku? Ataukah hanya ibu dan nenek, tidak terasa ternyata sudah lama juga ya Aku minggat dari rumah bahkan lebih lama dari sebelumnya.

“Semua orang tua itu sayang sama anaknya dan tidak semua orang tua tiri itu jahat.”

“Iya Senja.. termasuk Ayah tiri kamu.”

Sahut Ayah Tasha yang tiba tiba datang dan diikuti oleh Tasha, ku pandangi satu persatu wajah dari keluarga yang bahagia ini, Ayah Tasha menghampiriku yang sedari tadi Aku hanya berdiri diteras rumahnya.

“Ayah Kamu sendiri yang cerita sama Om, Dia sangat sayang sama Kamu, meski Kamu bukan anak kandungnya.”

“Kamu tahu kan warung kopi diseberang jalan itu, bukan Ayah Kamu yang ingin kesana tapi Om sendiri yang membujuk dan mengajaknya pergi dan itu hanya sekedar ngopi biasa.”

Ternyata Ayah Tasha sudah tahu, masalah itulah yang membuat ibu menampar ku dan membela suaminya hingga membuat Aku minggat dari rumah, karena memang Dia tidak salah justru Aku yang salah sudah terlalu negatif thinking sama Dia.

Kata kata Ayah Tasha tidak hanya membuka mata hatiku, tapi juga memberi cahaya untuk Aku kembali kerumah.

***

Warna Jingga dilagit sebentar lagi muncul tapi Aku masih enggan tuk melangkah kan kaki ku menuju rumah yang sedari tadi Aku pandangi. Entah apa yang menahanku rasa bersalahkah atau apalah. Ku beranikan kakiku melangka memang sudah seharusnya Aku meminta maaf sama Nenek, Ibu dan terutama Ayah tiriku.

“Nenek… Ibu..”

Panggilku lirih saat mulai memasuki rumah. Rumah ini begitu sepi dan gelap, kemana semua penghuninya, kalau pergi mengapa membiarkan pintu rumah terbuka, ku mencoba memanggil nenek dan ibu berkali kali tapi tetap tak ada sahutan. Namun tiba tiba…

“Surprise…!!!”

Suara menggema seiring lampu menyala, Aku terkejut ku pandangi seisi rumah dan ini bukan lagi sebuah rumah tapi istana, begitu banyak hiasan pita warna warni.

Lagu selamat ulang tahun dilantunkan, apa hari ini Aku ulang tahun kenapa Aku bisa lupa? Mungkin karena beberapa masalah hingga membuat Aku lupa hari ulang tahunku, bahkan Aku juga tidak menyangka bakal dirayakan karena sebelumnya tak pernah sampai harus se meriah ini, paling yang merayakan teman teman sekelas atau hanya Aku dan Tasha lebih tepatnya.

Kulihat empat orang dengan lagu happy birthday to you nya, ada Nenek, Ibu dengan kue tar ditangannya mereka diapit oleh dua orang yang tidak asing bagiku. Disamping nenek ada Tasha, perasaan Aku baru saja keluar dari rumahnya tapi Dia sudah lebih dulu sampai disini, sementara disamping ibu sosok yang tidak Aku duga Adit, dia disini juga rupanya. Hanya Ayah yang tidak ada kemana dia?

“Selamat ulang tahun senja..”

Kue yang dibawa ibu pun berpindah tangan, kini Tasha yang memegangnya

“Ibu…”

Aku menagis kupeluk ibu dan kurasakan pelukan ini masih sama seperti dulu bahkan lebih hangat, apa karena Aku begitu merindukan pelukan ini

“Ibu minta maaf ya..karena sudah kasar sama kamu”

“Tidak Ibu.. justru Senja yang seharusnya minta maaf”

Ibu melepaskan pelukannya, meski sebenarnya Aku masih ingin berlama lama ada dipelukannya.

“Kamu tahu Senja, yang menyiapkan semua ini adalah Dia.”

Mataku pun mulai mencari sosoknya, sosok yang ingin sekali kucium tangannya, ku peluk tubuhnya bahkan Aku ingin sekali bersujud dikakinya sebagai tanda permintaan maaf ku.

“Dimana Ayah bu..?”

Kulihat kristal bening begitu jelas dikelopak mata Ibu, meski Beliau mencoba menahan supaya tidak jatuh namun akhirnya tetap jatuh juga,  untuk pertama kali bibir ini memanggil Ayah dan itu membuat ibu terharu hingga meneteskan air mata.

“Sebentar lagi Dia juga pulang.”

Tasha meletakkan kue tar ke meja dengan lilin angka yang masih menyala, ya.. angka satu dan tujuh berjejer diatas kue. Aku tersenyum, ternyata umur ku sudah tujuh belas tahun.

“Bu Ratih… bu Ratih..”

Seorang Ibu mudah tiba tiba masuk rumah dan memanggil nama Ibu dengan nafas yang terputus putus seperti ada sesuatu yang penting

“Ada apa bu?”

“Anu.. suami ibu”

“Kenapa suami saya?”

“Suami ibu… kecelakaan.”

“Apa!!!”

Serempak seisi rumah terkejut, Ayah kecelakan dan meninggal ditempat saat perjalanan pulang kerja, Aku melihat keatas.

Inikah takdir Mu, kenapa disaat Aku ingin merasakan cinta dari orang yang Aku benci Engkau justru mengambilnya? Aku merasakan pusing dikepalaku, apa karena seharian Aku tidak makan atau karena Aku masih belum bisa menerima kenyataan? Aku melihat seisi ruangan berputar begitu cepat, tubuhku mulai tak seimbang dan pada akhirnya semua menjadi gelap. Sempat ku rasakan seseorang menyanggah tubuhku. Adit. (Arinal Haqiqoh)

Pos terkait