Jagatkitasama.com – Komunitas muslim, eksistensi Negara dan distribusi kekayaan diantara anggota komunitas adalah tiga hal yang saing berkaitan. Ketiganya tidak bisa dipisahkan dan tidak bisa dilepaskan satu sama yang lainnya.
Orang muslim harus mempunyai sebuah negara, hidup di dalam sebuah negara dan menyatu dengan sebuah negara yang menjadi pijakan tanah, air dan udara dimana dia sedang menjalani kehidupan.
Karena dengan adanya sebuah “negara” maka seorang muslim bisa dengan leluasa mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada di tanah tersebut untuk kepentingan banyak orang.
Konsekwensi dari sebuah “Negara-Bangsa” yang dibentuk di atas piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah adanya kekayaan negara yang harus dikelola secara merata oleh komunitas masyarakatnya. Kekayaan dalam arti adalah uang dan sumberdaya finansial untuk membiayai pemerintahannya.
Terlepas dari segala kekurangannya dan apa yang masih menjadi problematika kehidupan umat manusia di dunia, adanya organisasi antar bangsa yang membawahi seluruh negara-negara di dunia adalah sebuah terobosan terbaik bagi perdamaian dunia, yakni Perserikatan Bangsa-Bangsa atau United Nation.
Setiap muslim di dunia wajib mendukung adanya UN dengan turut serta mengirimkan bantuan, pasukan perdamaian dan juga diplomasi demi terciptanya perdamaian di dunia ini. Adanya UN merupakan sebuah prestasi kemanusiaan yang harus ditunjang oleh umat islam di seluruh dunia, dengan selalu mewarnai peraturan dan hukum-hukum yang menaunginya.
Komunitas muslim di era negara-bangsa bisa hidup di negara mana saja, sesuai dengan pilihan dan kesiapannya sebagai warga negara. Karena nilai-nilai multikulturalisme yang tidak membedakan perbedaan ras, suku-bangsa, dan agama serta strata sosial sudah dianut secara global dan menjadi landasan cinta kasih bagi komunitas muslim untuk menghargai dan menghormati adanya perbedaan ras dan suku bangsa.
Hal itulah yang menyebabkan para pengungsi dari negara-negara muslim yang sedang berkonflik dan tidak aman untuk digunakan hidup bisa mengungsi ke negara-negara yang menerimanya, seperti di Uni Eropa, Jerman, Inggris Raya, Belanda, Perancis, dan Belgia, bahkan Amerika Serikat.
Di negara-negara mayoritas Nasrani yang ada di belahan bumi barat telah menerima masyarakat muslim dari Arab dan Afrika untuk bisa menjadi warga negaranya mereka dan mendukung perekonomian negara. Banyak muslim yang di eropa yang bisa memberikan kontribusi penting bagi keuangan negara karena usaha-usaha (bisnis) yang sudah dilakukannya.
Komunitas muslim harus mendukung terlaksananya negara dimana mereka hidup dan menjalankan aktivitasnya, yang dibuktikan dengan KTP atau kartu identitas kewarganegaraan lainnya. Karena dengan hidup di dalam “negara”-nya itulah komunitas muslim bisa menjalankan kehidupannya yang nyaman dan pantas guna menjalankan kenyakinan dan ibadahnya.
Komunitas muslim di era Negara-Bangsa tidak wajib mendirikan negara agama yang didasarkan pada nama agama (Islam, misalnya) sebagai namanya, yang penting nilai-nilai ke-Islaman bisa masuk dan diserap dalam segala aspek penyelenggaraan negara.
Komunitas muslim tidak harus meniru Vatikan yang memposisikan dirinya sebagai negara Katolik, atau Israel yang menamakan dirinya sebagai negara Yahudi, atau Arab Saudi yang menyatakan dirinya sebagai negara Islam, atau bahkan India yang mengedepankan Nasionalisme-Hindu dan mengakui sebagai negara-hindu.
Cukuplah dengan menyerap seluruh nilai-nilai keislaman masuk dalam tatanan kehidupan bernegaranya dimana mereka hidup sudah cukup untuk membangun peradaban manusia. Berjalannya sebuah negara ditentukan oleh lima unsur utamanya, 1) Sumberdaya manusia negara, 2) Lembaga keuangan negara, 3) semangat kewirausahaan masyarakat, 4) konsistensi keimanan seorang muslim dan 5) pengelolaan administrasi pemerintahan. Jika ketiga hal ini mampu dikelola dengan baik pasti akan menghasilkan stabilitas masyarakat yang hidup di dalam negara tersebut dan bisa menikmati hidup yang lebih nyaman. (Moh. Syihabuddin)