Jagatkitasama.com – Yang paling mahal dari sebuah proses kerja keras, usaha mandiri, ketekunan, kesabaran dan kerajinan adalah kegagalan setiap kali mencoba. Kegagalan adalah pengalaman yang sangat indah, yang bisa memberikan dorongan bagi perkembangan ilmu dan pengetahuan.
Kegagalan adalah senjata yang paling ampuh untuk menaklukkan sebuah keberhasilan. Karena dengan kegagalan akan semakin banyak pengalaman untuk menjadi semakin baik dan semakin matang menyelesaikannya.
Kita tidak akan pernah “tahu” jika kita tidak gagal dan mencobanya, kita tidak akan pernah “bisa” selama kita tidak pernah melakukan “tidak bisa” atau gagal, dan kita tidak akan pernah menemukan “berhasil” selama kita tidak pernah menemukan kesalahan.
Saya mempunyai seorang teman yang hidupnya selalu diliputi dengan kegagalan, gagal melakukan apa saja yang diinginkannya, gagal melakukan hal-hal yang dicita-citakannya dan gagal dalam membangun hubungannya. Hingga dalam sebuah guyonan dia selalu dijuluki sebagai orang yang ahli kekagagalan.
Sebut saja namanya adalah Farid, dia sangat menyukai dengan sholawatan dan lagu-lagu qasidah Islamiyah. Dia gemar menyanyikannya dan berusaha bisa menirukan lagu-lagu sholawatan, kapan saja dan dimana saja. Tapi dasar suaranya jelek, dia dibenci dan suaranya menjadi gangguan bagi banyak orang yang mendengarnya.
Demi mewujudkan cita-citanya untuk mempunyai suara yang enak didengar, maka Farid berjuang dengan keras untuk menjadikan suaranya enak. Dia melakukan berbagai terapis dan pengobatan gurah dengan ragam jenisnya—ke berbagai kiai dan tempat.
Dia pergi ke desa Maibit-Rengel untuk gurah yang menggunakan ramuan hijau, berkali-kali yang sama sekali tidak bisa mengubah suaranya—suaranya tetap jelek.
Dia juga mendatangi gurah di desa Sidodadi Bangilan, dengan puasa kamis lalu berbuka menggunakan nasi liwet-kulub-sayur-sambel kelapa. Hasilnya satu jam kemudian dia muntah-muntah dan membersihkan seluruh lender di dadanya. Tapi tetap saja, proses yang keren itu tidak bisa mengubah suaranya menjadi lebih jernih—tetap buruk didengar.
Lalu di pondoknya sendiri, tiap bulan pasti ada gurah dengan menggunakan madu yang diterapis oleh seorang hafidz dari Jawa Tengah. Dia selalu ikut dan pasti ikut. Hasilnya, sama sekali tidak bisa menjadikannya suaranya merdu dan enak didengar, tetap buruk di telinga banyak orang.
Lalu pada waktu bersamaan terselenggaranya perhelatan Piala Dunia di Jepang-Korea dia mengajak saya untuk gurah di Karangdowo-Palang, lebih ekstrem dan lebih keras caranya. Menggunakan merica, lombok dan beberapa jenis ramuan yang mengandung pedas. Banyak orang yang tidak berani melakukannya, hanya lima orang termasuk teman saya itu. Kebanyakan peserta berani gurah hanya dengan madu—lebih ringan.
Hasilnya gurah dengan ramuan pedas itu, wajahnya berbentuk kotak, hidungnya membesar, bibirnya bengkak, dan matanya hampir hilang tertutup benjolan bengkak. Semua orang tidak mengenalinya sebagai orang, mirip orang lain yang baru saja dihajar masa. Dan tetap saja, cara ekstrem itu tidak bisa menjadikan suaranya menjadi lebih jernih atau lebih merdu.
Kendati demikian, dia tidak menyerah, dia tidak pernah menganggap kegagalan adalah sesuatu yang menghalanginya. Dia tetap mencari informasi gurah yang lainnya agar bisa mengubah suaranya.
Di makam sunan bonang, dia membeli obat gurah yang berbentuk kapsul. Tentu saja obat itu tidak berpengaruh dan tidak bisa membersihkan suaranya.
Saya berlangganan tabloid Warta (milik PWNU Jatim), ada iklan di belakangnya seorang spiritualis yang bisa melakukan terapi gurah dengan metode yang unik. Teman saya belum pernah melakukannya. Dan benar saja, teman saya itu mendatangi tempat itu, di Cepu jawa tengah dengan modal yang sangat minim sekali.
Di Cepu, teman saya tidak sekedar gurah saja tapi juga diajari ilmu tenaga dalam untuk mengendalikan air dan api. Tapi dia meninggalkan ilmu tenaga dalam itu, karena tidak cocok dengan nuraninya. Gurahnya tetap, tidak bisa memberikan suara merdunya.
Gagal, gagal, terus gagal, akhirnya teman saya menyadari bahwa mendapatkan suara yang merdu dan indah bukanlah jalannya. Dia berhenti melakukan gurah suara dan tidak lagi tertarik untuk menjadi munsyid qasidah rebana.
Selang beberapa bulan kemudian dia melihat sebuah fakta gelap tentang seorang munsyid qasidah sholawat atau vokalis band, yang mempunyai suara-suara yang merdu.
Seorang vokalis band terkenal, tiba-tiba terbongkar bahwa dia telah meniduri para penggemarnya setiap kali konser ke suatu kota. Di tiap kota dia punya pacar dan perempuan simpanan yang siap untuk diajaknya tidur untuk berzina. Tragisnya, vokalis itu juga merekam hubungan intimnya itu dengan dua perempuan terkenal sebagai aktris. Video itu tersebar dan membuat band-nya hancur.
Kemudian di sebuah pondok pesantren, seorang munsyid qasidah telah menjalin hubungan gelap dengan penggemarnya di kampung-kampung, mereka melakukan pertemuan rahasia di luar desa, yang pada gilirannya menjerumuskan mereka ke hubungan perzinaan. Santri itu pun diketahui oleh pihak pesantren dan akhirnya dikeluarkan.
Melihat fakta tersebut, akhirnya teman saya sadar diri dan lebih banyak bersyukur. Dia mengatakan pada saya, “Mas, Allah telah menyelamatkan aku dari kehinaan dan kebenciannya dengan tidak memberi saya suara yang merdu. Bisa jadi jika saya mempunyai suara yang merdu pasti ada banyak kemaksiatan dan zina yang aku lakukan.”
Sejak saat itu teman saya tidak lagi sibuk dengan suaranya, dia lebih fokus mengembangkan dirinya di bidang lain—yakni berwirausaha dan membuat merk dagang.
Dia mulai belajar berjualan apa saja, mulai dari buku bekas, pakaian, dan makanan. Dia juga membaca buku-buku bisnis di perpustakaan kota untuk mendapatkan informasi tentang membangun bisnis dari awal. Buku-buku tentang bisnis dibaca dan diingatnya sebagai pedoman untuk memulai sebuah usaha.
Dalam praktiknya, dia menjual aneka makanan di beberapa tempat di kota, dengan hasil yang sedikit dan tidak cukup untuk transport. Dia menjalaninya selama beberapa tahun, dan hasilnya gagal lagi. Dia tidak cocok untuk menjadi seorang usahawan. Dia pun menyerah dan tidak lagi meneruskan usahanya untuk menjadi usahawan.
Entah apa yang terjadi, setelah dua puluh tahun kemudian dan zaman sudah mulai berubah, dari handphone Nokia ke android Xiomi, saya mendengar kabar dari teman saya yang lain bahwa kini Farid telah berada di luar negeri, mengisi seminar-seminar dan mempresentasikan hasil penelitiannya di banyak instansi.
Sejak saat itulah saya menyakini satu hal yang pasti bahwa proses, kerja keras, ketekunan pasti akan menemukan kegagalan. Kegagalan adalah kepastian dan kita harus menghadapinya sebagai sebuah kenyataan. (Moh. Syihabuddin)