Malas Kerja, Ingin Harta Warisan Rela Membunuh Saudaranya Sendiri; Sebuah Pembunuhan yang Terlupakan

Malas Kerja, Ingin Harta Warisan Rela Membunuh Saudaranya Sendiri; Sebuah Pembunuhan yang Terlupakan
Para tetangga bahkan ada yang saling menggunjing dan ngerasani jika adik-adiknya-lah yang telah mengeroyok kakaknya di tengah-tengah tambak, dengan cara mengantam palu kepalanya berkali-kali hingga tidak sadarkan diri.

Tuban.Jagatkitasama.com – Berusahalah dengan tekun, sabar dan keras, karena segala yang kamu lakukan bisa berdampak dan menjadi penyebab turut-serta-nya membantu proses kemajuan peradaban manusia dan bisa menjadi sebuah negeri dikatakan maju atau gagal. Jika suatu daerah dipenuhi dengan orang-orang yang malas maka bisa dipastikan bahwa daerah itu akan miskin dan mempunyai banyak orang yang gemar mencuri, merampok dan membunuh.

Orang yang malas cenderung berperilaku miskin dan menakutkan bagi orang di sekitarnya. Banyak cara yang dilakukan oleh orang yang malas untuk bisa mendapatkan harta yang melimpah, termasuk dengan membunuh dan menyakiti saudaranya sendiri.

Bacaan Lainnya

Berkaitan dengan hal ini saya mempunyai cerita yang menarik dari ayah saya (mbah Sidik), yang sangat kita perlukan sebagai pelajaran yang berharga agar tidak malas dan tidak menjadi orang yang gila harta—tapi menjadi orang yang bisa memanfaatkan harta untuk kebaikan bersama.

Di salah satu desa di pesisir Tuban, tepatnya di desa Lohgung (dipaksa ikut Lamongan) ada seorang pria yang sangat rajin berkerja. Siang dan malam digunakan berkerja untuk membangun dirinya agar tidak malas dan tidak bergantung pada orang lain.

Hasilnya dia bisa membeli tambak garam sendiri, tambak ikan beberapa petak, membangun pertanian ikan yang makmur dan bisa membangunkan rumah untuk istrinya. Kendati kaya dan mempunyai banyak asset, pria itu belum dikaruniai anak satu pun, padahal istrinya sangat terlihat subur.

Kemakmuran yang dibangunnya ini menjadikan saudara-saudaranya iri hati dan berusaha untuk merampasnya secara paksa. Saudaranya si pria itu adalah orang yang malas semua, tidak mau berkerja keras dan tidak pula rajin sholat lima waktu, mereka berjumlah lima orang.

Salah satu pekerjaan sederhana si-pria adalah mencari cacing di tambak untuk bahan memancing ikan. Memancing ikan adalah salah satu kegiatan ekonominya untuk menghasilkan uang dan menafkahi istrinya. Selain santai dan bisa dinikmati dengan merokok, kegiatan memancing juga bisa menghasilkan pikiran yang tenang sekaligus kenyamanan bersama hembusan alam di sekitarnya.

Hingga pada suatu hari kelima saudaranya merencanakan sebuah kejahatan yang licik, ingin meleyapkan kakaknya dengan cara yang tidak diketahui oleh banyak orang.

Kelima saudaranya berkumpul, mendiskusikan strategi untuk membunuh kakaknya dan menjadikannya seolah-olah dibunuh oleh seseorang.

Ditunjuklah sudara yang paling tua diantara mereka untuk mengajak kakaknya ke tambak, yang jauh dari permukiman penduduk desa.

“Gus, ada kabar gembira ini. Apakah kamu tidak tertarik?” kata adiknya yang paling tua.

“Apa, coba kamu beri tahu aku?” jawab si-pria yang pekerja keras itu.

“Saya tadi melihat banyak orang yang datang ke tambak untuk mencari cacing. Sepertinya ada banyak cacing di tambak untuk bisa diambil dan dijual ke para pemancing.”

Tanpa ragu kakaknya menyahut, “Kamu serius?”

“Iya, tidak bohong aku. Ayo kita pergi ke tambak malam-ini, sebelum habis diambili oleh orang-orang.”

Si-pria pun bergegas berganti pakaian kerja, sambil menyiapkan peralatan untuk mengambil cacing tambak. Dan taklama kemudian si-pria pamit pada istrinya untuk pergi ke tambak mencari cacing.

“Memang ada yang mencari cacing malam-ini?” istrinya sedikit meragukan, ada perasaan kurang enak.

“Tenang saja, pasti ada.” Tegas si-pria. “Doakan saja aku biar mendapatkan banyak cacing.”

Si-pria berangkat dengan adiknya malam-itu juga ke tambak.

Malam demi malam pun berjalan, dari setelah isya’ hingga pukul 00.00 suaminya tidak kunjung pulang. Istrinya merasakan ada sesuatu yang tidak beres dan mengganggu pikirannya.

Sampai adzan shubuh berkumandang, tidak ada kabar apa-apa tentang suaminya. Dan keesokan paginya, dia telah dikabari bahwa suaminya telah meninggal dunia dengan kepala terpukul benda keras hingga berdarah dan mengalami pecah.

Istrinya kontan bersedih, tapi sama sekali tidak menangis menjerit, cukup bersedih biasa. Dia juga sudah tahu siapa pembunuhnya dan sudah faham maksud dari semua pembunuhan pada suaminya itu.

Yang pertama kali tahu jenazah suaminya adalah adiknya sendiri, lalu meminta tolong dengan orang-orang yang pagi itu sedang kerja di tambak, untuk mengangkat jenezahnya.

Kabar yang dihembuskan oleh adik-adiknya ke masyarakat adalah kakaknya sepertinya meninggal karena dibunuh oleh orang yang mencari cacing, karena saling berebut untuk mendapatkan cacing hingga berujung ricuh dan perkelahian. Kakaknya mati dikeroyok oleh para pencari cacing di tambak—orang jauh, tidak orang dari Lohgung sendiri.

Tanpa dilakukan autopsi dan pemeriksaan, serta laporan ke kantor polisi, akhirnya jenazah pria tersebut dimakamkan dengan gerak cepat dan berita tentang kematiannya segera ditutup sebagai kematian biasa.

Istrinya, dan beberapa tetangga tentunya, ditambah orang-orang yang sudah hafal melihat perilaku malas adik-adiknya sudah tahu siapa pembunuhnya, yaitu adik-adiknya sendiri.

Kenyataannya, setelah kematian kakaknya yang saling berebut untuk mendapatkan manfaat tambak garam dan tambak ikan milik kakaknya adalah adik-adiknya sedniri, atas nama mengelola tambak kakaknya. Istrinya—yang belum punya anak—dibiarkan saja, karena tidak akan pernah bisa melakukan balasan.

Para tetangga bahkan ada yang saling menggunjing dan ngerasani jika adik-adiknya-lah yang telah mengeroyok kakaknya di tengah-tengah tambak, dengan cara mengantam palu kepalanya berkali-kali hingga tidak sadarkan diri.

“Orang-orang malas, tidak suka dengan pekerjaan dan tidak bisa menjalankan pekerjaan dengan baik, mau apalagi jika tidak merebut warisan kakaknya dengan cara membunuhnya.” Kata tetangganya.

“Pembunuhnya sudah jelas, yaitu orang yang memanggilnya untuk diajak ke tambak mencari cacing, anak kecil pun tahun itu.” Kata yang lainnya.

“Begitulah orang yang malas, yang gemar menghabiskan waktunya untuk hal-hal yang tidak berguna dan tidak bisa menghasilkan uang, pasti akan melakukan segala cara untuk bisa mendapatkan harta secara instans dan cepat—tanpa kerja keras.” Yang lainnya menegaskan.

Sejak tulisan ini ditulis kasus pembunuhan itu sudah hilang dan dianggap lenyap—sebagai kematian biasa. Tidak ada polisi yang berusaha mengungkapnya dan tidak ada pula orang yang berusaha untuk memberikan keadilan yang layak.

(kemungkinan) Si-pria dikuburan mati dengan penuh dendam dan rasa sakit terhadap saudara-saudaranya. (Moh. Syihabuddin)

Pos terkait