Masa Depan Otak Generasi Muda Muslim; Tertinggal dan Tetap Terserap Habis Dilayar Informasi Virtual (Prediksi 3)

Masa Depan Otak Generasi Muda Muslim; Tertinggal dan Tetap Terserap Habis Dilayar Informasi Virtual (Prediksi 3)
Boro-boro membicarakan pemikiran dan sebuah kajian keilmuan, masyarakat muda muslim berpendidikan, mulai dari santri hingga kiai dan gus sekarang lebih sibuk dengan aktivitas di youtube, Instagram, tiktok dan beragam kejadian yang sangat tidak penting. Mereka sangat antusias membicarakan beragam “guyonan” dan kabar-kabar sakit hati yang terjadi diantara mereka sendiri dan bahkan hafal juga kala membicarakan artis-artis korea.

Jagatkitasama.com – Dewasa ini jangan pernah bertanya tentang sosok Karl Marx, Antonio Gramsci, Piere Felix Bourdiou, Jean Paul Sartre, Michael Faulcoult, atau para pemikir-pemikir besar lainnya, kepada mahasiswa muslim muda atau seorang santri yang sedang kuliah, mereka tidak akan kenal atau mengenalnya. Jangankan hasil pemikirannya yang tertuang dalam buku-buku yang telah ditulis oleh para pemikir tersebut, mengenal namanya saja tidak.

Tapi sebaliknya jika anda bertanya pada mahasiswa muslim sekarang, siapa youtuber paling terkenal, siapa artis yang hari ini gosipnya paling panas, siapa sekarang yang paling banyak mendapatkan suscriber—tanpa melihat kualitas isinya—dan siapa dai paling dagelan yang ceramahnya banyak guyonannya, maka spontan mereka akan menjawab dan bisa menceritakan secara detail apa yang telah menjadi kesehariannya.

Bacaan Lainnya

Boro-boro membicarakan pemikiran dan sebuah kajian keilmuan, masyarakat muda muslim berpendidikan, mulai dari santri hingga kiai dan gus sekarang lebih sibuk dengan aktivitas di youtube, Instagram, tiktok dan beragam kejadian yang sangat tidak penting. Mereka sangat antusias membicarakan beragam “guyonan” dan kabar-kabar sakit hati yang terjadi diantara mereka sendiri dan bahkan hafal juga kala membicarakan artis-artis korea.

Ibarat di pondok pesantren dan menjalani kehidupan sebagai santri, sekarang ini banyak santri yang sibuk menghabiskan waktunya dengan bergurau, guyonan, ngerasani temannya—menghibah, dan mengantuk kala mengaji. Hampir tidak ada santri yang membuka kitab, menelaahnya, mengkajinya, dan berfikir secara kritis dengan materi yang ada di dalamnya—semuanya sudah kehabisan energi karena kelamaan menonton tontonan di internet.

Satu santri yang sibuk membaca kitab, memeras tenaganya untuk menghasilkan pemikiran dari sebuah buku dan mencari keilmuan dari sebuah jurnal disatu sisi, maka disisi lain ada seratus santri yang lebih memilih menghabiskan waktunya dengan internet—scroll-scroll video yang tidak berguna setiap detiknya. Kondisi ini jelas memprihatinkan bagi kehidupan masa depan masyarakat muslim Indonesia.

Yang terjadi kemudian adalah daya nalar, daya berfikir dan kemampuan memecahkan masalah semakin tumpul dan tidak bisa strategis atau solutif. Mereka berharap semua solusi bisa dipecahkan dengan cara yang cepat, metode yang kilat dan langkah-langkah mudah yang langsung terarah pada sasaran.

Ketidakmampuan berfikir generasi muda muslim sekarang jelas disebabkan kurangnya mereka dalam memperkaya pembendaharaan keilmuan melalui baca buku, daya bacanya lemah dan tidak memiliki referensi untuk berfikir. Mereka sudah menghabiskan waktunya di dengan android dan internet hanya untuk melihat berita-berita secara cepat, tidak melekat dan membutuhkan upaya berfikir yang keras di pikiran, serta tidak pula memberikan kreativitas berfikir untuk menghasilkan produktifitas yang baik.

Kehadiran internet alih-alih sebuah berkah, fasilitas era industry 4.0 justru menjadi sebuah bencana yang akan membunuh secara pelan-pelan kemampuan berfikir masyarakat muslim Indonesia. mereka akan mendapatkan banyak kemudahan dalam menyerap informasi, namun mereka juga akan kesulitan untuk menerima informasi yang lebih penting dan lebih membutuhkan berfikir yang lebih keras.

Salah satu dekradasi yang paling mencolok dengan kehadiran internet adalah melimpahnya waktu yang terbuang dan terbakar secara percuma, mereka lebih banyak menghabiskan waktunya berjam-jam di warkop-internet atau di sebuah cafe. Waktu dihabiskan berjam-jam hanya untuk mengumbar kesenangannya dan menciptakan “kebodohan” untuk dirinya sendiri.

Kehadiran internet semakin menambah kebodohan dan ketertinggalan masyarakat muslim Indonesia, bukan malah mencerdaskan mereka. Mendapatkan banyak informasi dan tahu info secara global itu benar adanya, namun rendahnya kemampuan mereka dalam memecahkan masalah dan menjawab tantangan dirinya sendiri adalah sebuah masalah besar yang menjadikan generasi muda muslim semakin tumpul otaknya dan kesulitan untuk bisa mempelajari hal-hal yang penting.

Jangan mengharap memperoleh generasi muda muslim Indonesia bisa berprestasi secara global atau mendapatkan predikat hadiah nobel dalam bidang fisika, kimia dan kedokteran, karena tidak akan mampu dan tidak akan pernah bisa menembusnya—karena mereka tidak pernah memupuk budaya belajar yang tinggi dan tradisi berfikir yang kritis.

Jangan pernah mengajak anak-anak muslim Indonesia untuk berkreasi membangun sebuah iklim belajar se-kelas silicon valey, karena mereka tidak pernah berupaya memikirkan jalan yang benar untuk mencapai hal itu.

Apa yang terjadi dewasa ini di era internet adalah dua kekalahan sekaligus yang dialami oleh generasi muslim Indonesia. Disatu sisi mereka kalah dalam mengembangkan kemajuan ilmu pengetahuan dan berinovasi dalam tehnologi komunikasi, dan disisi lain mereka justru tertinggal dalam mendalami keilmuannya sendiri karena teralihkan oleh kemudahan dan kemanfaatan dari internet.

Dampak buruk dari kelemahan berfikir dan kebodohan yang dialami oleh generasi muda muslim adalah sebuah kejumudan dan ketertinggalan. Bagi kaum santri tetap kolot dengan tradisi pesantrennya yang hanya mengandalkan fiqih dan nahwu sentris, sedangkan generasi sarjana muda di kampusnya malas-malas dan lebih sibuk dengan menghabiskan waktunya di media virtual, tiktok, youtube, Instagram dan x.

Di masa depan, kondisi kebodohan dan ketertinggalan masyarakat muslim Indonesia ini akan tetap terjadi dan akan semakin melekat. Akan banyak dijumpai banyak anak-anak muda muslim yang kurang peduli dengan membaca buku, mendiskusikan keilmuan dan mengambil kesibukan dengan teori-teori kritis. Anak-anak muda muslim Indonesia tetap terjebak dalam hal-hal yang bersifat instan, cepat selesai—seperti menscroll tik-tok atau melihat youtube—sekaligus mengharapkan segalanya cepat jadi.

Kecepatan, percepatan dan kebodohan menyatu dalam masa depan generasi muslim Indonesia. Mereka akan lebih banyak menghabiskan waktunya di internet dari pada membaca buku dan jurnal penelitian. Akibatnya, generasi muda muslim akan kalah dalam persaingan di segala bidang, termasuk dalam mengembangkan perekonomian yang mandiri.

Dampak buruknya adalah menuduh adanya sebuah konspirasi dibalik kekalahan dan kelemahan umat islam, yang disalahkan pasti pihak Amerika-Barat-Israel, padahal kekalahan muslim itu terjadi karena kelemahan mentalnya sendiri dan ketidak mampuan mereka dalam merespon perubahan.

Golongan muslim tua, para kiai yang menjelang sepuh, dan golongan masyarakat awam yang sibuk menghadapi kekurangannya sering kali pasrah dengan kondisinya—yang kalah bersaing dan lemah dalam dunia internet ini, lalu memperkuat mentalnya sendiri dengan tipuan-tipuan khasnya, bahwa “kondisi hari ini kelak akan dibalas di akhirat dengan pahal yang besar.”

Tapi anehnya, mereka akan mengumpulkan uang sumbangan dengan cara “menjual akhirat” yang tidak kelihatan dan menawarkan “pahala besar” dengan disertai dalil-dalil penguat yang disalahgunakan. Padahal kemiskinan dan ketertinggalan mereka itu tidak lain dan tidak bukan disebabkan oleh ketidakmampuan mereka dalam merespon perubahan dan memanfaatkan perkembangan tehnologi yang terus berkembang seiring berjalannya waktu.

Ciri utama kebodohan dan ketertinggalan yang kelak akan tetap dialami oleh generasi muslim adalah mudah difitnah, mudah diadu domba, mudah dimanfaatkan untuk kepentingan politik sesaat—oleh oknum dari kalangannya sendiri, dan parahnya akan semakin “menjauh” dari kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan agamanya sendiri yang lebih canggih dan lebih progresif.

Masa depan muslim Indonesia akan tetap sama dengan adanya internet dan semakin canggihnya media informasi, akan tetap bodoh dan tertinggal dalam banyak bidang dengan komunitas yang lain. Solusi yang digunakan untuk menutupi kebodohannya adalah “barokah” dan “pahala yang tak terbatas”.

Dalil Prediksi 3:

Generasi muda muslim masa depan akan semakin bodoh dan semakin lemah mentalnya, karena terpapar dengan internet dan tontonan berita yang terlalu banyak di dalam otaknya serta hatinya banyak digalaukan dengan penganggurannya akibat kurang produktif-berfikir.(Moh. Syihabuddin)

Pos terkait