jagatkitasama.com – Malam di tengah kota yang gelap, bekas hujan membasahi Shuttle telah mongering bersama genangan yang masih menimbulkan suara cepak ketika anak lelaki itu menginjaknya dengan seribu langkah, larinya kencan, namun hampir membuat dirinya kehabisan udara.
Suaranya menderu, memerangi napas yang beradu, dengan udara malam yang menggebu membuat dirinya sangat mudah untuk di lacak.
“Aku menangkapmu, anak neraka!!” Suara Baekyun dengan percaya dirinya, berlari mengimbangi kecepatan anak lelaki itu dengan melewati atap demi atap apartemen di tengah kota.
Anak lelaki itu sedikit menoleh ke atas ketika orang yang memburunya ternyata berada jauh di atas ujung rambutnya, tentu ia terkejut, dan sontak berteriak karena pria berumur tiga ratus tahun itu meloncat dari atas gedung hingga turun ke arahnya tanpa terlihat lecet dan apapun itu yang melukai tubuhnya.
Baru anak itu sadari bahwa dirinya telah melewati jalan yang salah, jalur yang ia lewati ternyata terhalang oleh batu bata dengan adonan semen yang menyelimuti.
Lantas anak itu menoleh, sosok yang mengincarnya telah mengejar dirinya sejauh ini. Hanya demi mengambil apa yang ia miliki. Sesuatu yang tak bisa dimiliki oleh orang lain bahkan oleh pria berambut putih itu.
“To…tolong…jangan bunuh aku…aku mohon!” Nada anak itu bergetar, kedua lengannya mengatup seperti sebuah ritual berdo’a pada ilahi, meminta kepada Baekyun untuk berhenti mengejar dirinya.
Baekyun tertawa dingin, “Kau kira aku akan membiarkanmu hidup begitu saja? Tak akan kubiarkan itu terjadi!!” Suara Baekyun terdengar berat penuh ancaman, ia tampakkan gigi taringnya dari sisi bibirnya. Wajahnya tak terlihat, kontras cahaya dari rembulan hanya menampakkan semrawut ramput putihnya dan pundak yang kokoh. Seakan siap menerkam anak laki-laki itu kapan saja.
Anak lelaki itu mendongakkan kepalanya, melihat tinggi orang dewasa yang ada di depannya kini menjulang seperti gedung-gedung yang telah mengepung pelariannya. Tubuh kecilnya bergetar, ia terkejut ketika didapatinya kedua tangan Baekyun sudah bertumpu pada pundaknya.
Secepat sedetik dalam enam puluh sekon, gerak Baekyun tidak bisa diketahui oleh anak sekecil seperti dirinya. Langkahnya tak terbaca oleh anak seusia dirinya.
“Aku ingin bertanya padamu, Bocah vampire!” Siluet mata anak laki-laki itu menangkap kedua mata Baekyun yang bercahaya. Cahaya berwarna merah terang seperti api yang membeku menjadi es.
“…”
“Jam berapa kau berubah menjadi manusia?!”
“…”
“Jawab pertanyaanku! Kau anak dari Kim Namjoon dan Adora, kan?”
“A…aku tidak tahu…”
“Ng? mana mungkin anak sepertimu tidak tahu orang tua aslimu siapa? Kau anaknya Kim Namjoo dan Adora!”
“A…aku tidak mengerti! Sungguh!”
“Kau berani berbohong padaku?!! Dua ratus tahun aku mencari anak dengan darah yang mengalir dari garis keturunan Werewolf dan vampire baru kali ini aku menemukanmu!!” Tatapan Baekyun sorot penuh amarah dalam dinginnya malam. kembali ia memaksa anak itu menjawab pertanyaannya sembari mengguncang tubuhnya agak keras.
“A..aku benar-benar tidak tahu…” dan anak laki-laki itu mengatakan hal yang sama, dan mengungkapkannya secara jujur. Ia tidak mengenali siapapun nama yang keluar dari bibir Baekyun, yang ada dalam ingatannya hanyalah seorang pria yang memungutnya di jalan.
Membawanya ke dalam sebuah rumah yang besar nan megah seperti istana, dan bertemu dengan seseorang yang bernama Kim Namjoon di dalam sana. Ia tak percaya rumah besar ternyata ditempati oleh tujuh orang laki-laki yang beralih profesi sebagai sekelompok detektif.
Awalnya pria yang memungutnya beberapa hari yang lalu itu mencoba membujuk Kim Namjoon untuk menginginkan dirinya tinggal di sana. Beberapa saat drama demi drama mereka lontarkan hingga sampai pada saatnya ia bergabung menjadi bagian dari keluarga mereka.
Bersama Yeontan sang anjing betina yang paling disayang oleh salah satu di antara ketujuh orang detektif itu yang bernama Kim Taehyung, pria paling tampan di grubnya yang bisa mengubah dirinya menjadi elang raksasa. Marganya hampir sama dengan anak laki-laki itu.
Setiap hari ia diberi makan dan bermain bersama Yeontan layaknya hewan peliharaan. Lalu? Milik siapa dia? Yeontan memiliki ayah yang menyayanginya, sementara kehadiran dirinya di sana seperti tamu. Keenam pria itu menyayanginya seperti seorang anak pungutan sampai pada akhirnya semuanya berubah dalam sedetik ketika ia berubah menjadi manusia.
Kali ini ia menjadi anak berusia delapan tahun, berhadapan dengan pria yang umurnya jauh lebih tua dibandingkan dirinya.
“Begitu, ya.” Suara Baekyun memecah keheningan sesaat, tetap menatap ke bawah di tempat mangsanya berpijak di tanah. Kucing hitam yang langkah.
“Setiap enam jam dalam sehari kau memiliki kesempatan menjadi seorang pria dan enam jam menjadi seorang bocah.” Jelasnya, dari tatapannya ia masih tidak melepas pandangan dari kedua mata biru milik anak itu.
“Dan kau menjadi seekor kucing ketika tuanmu memerintahkanmu agar kau mau melakukannya. Kukira aku mengejar orang yang salah. Baru kali ini aku mengetahui bangsa kucing akan menunjukkan identitas dirinya hanya kepada seorang majikan.”
Anak laki-laki itu tak mencoba untuk melangkah kecuali berjalan mundur hingga bersandar pada tembok, ketakutan terpancar dari wajah kecilnya.
“A…aku mohon…jangan bunuh aku…aku mohon…”
“Senang bertemu denganmu, anak muda. Kini aku bisa mendeteksi identitas dan latar belakangmu dengan jelas.” Lanjut Baekyun dengan senyum misteriusnya, setelah memastikan sosok incarannya ternyata tidak salah lagi, ia akan pergi dengan meninggalkan jejak menyembunyikan rahasia, “dan selamat tinggal!”
Sesuatu telah mengejutkan anak itu, ada sebilah pisau seperti ujung tombak yang membelah di antara dirinya dan pria berambut putih itu. Tanpa ia sadari jarak mereka sudah hampir berdekatan, hampir seperti sebuah pelukan bisu yang membuat kulitnya menggigil.
Rasa dingin itu akhirnya memecah menjadi beberapa kepingan es berwarna merah yang perlahan menghangat. Anak kecil itu tahu apa yang telah berubah dari dirinya, ia melirik ke bawah, tangan Baekyun menggenggam sesuatu, ada warna merah yang merembes menodai tangannya. Apa itu? Siapa yang telah Baekyun habisi? Warna merah apa itu?
Jam menunjukkan pukul dua belas lewat tengah malam, seperti apa yang dikatakan Baekyun, kini dirinya bukan lagi anak kecil yang sedang ketakutan dengan ancaman Baekyun, alih-alih Baekyun membawanya pergi seolah menculiknya, Baekyun tidak melakukannya, ia hanya menghunuskan pisau itu ke arah perutnya.
Tidak ada rasa sakit dan suara teriakan menggerang yang tersekat di dalam tenggorokan anak itu, hanya ada rasa dingin malam hari disertai rasa hangat yang merembes mengalir membasahi kaki. Warna merah itu, bukan dari dalam dirinya melainkan karena ulahnya.
Dan apa yang telah dikatakan oleh Baekyun benar-benar terjadi, anak itu bukan lagi anak kecil yang ia kejar beberapa saat lalu, kini ia dapati seorang laki-laki muda dengan tinggi yang hampir sama dengan dirinya, rambutnya lebat selebat dedaunan yang tenggelam bersama hembusan angin tengah malam. kedua matanya berwarna biru sejernih darah yang mengalir dari dalam tubuhnya.
“Akan aku bawah tubuhnya jika kau tahu ini adalah sebuah ilusi.” Lelaki muda itu tidak mengerti apa yang baru saja diucapkan Baekyun. Yang bermaksud bahwasanya dirinya tidak sepenuhnya ingin menangkapnya dan membawanya pergi, tak semudah itu kecuali dia sedang dihabisi.
Dengan langkah yang tak terlihat oleh kedua mata lelaki muda itu yang sedikir rabun, Baekyun meloncat ke atas, menaiki atap gedung di dekatnya dan meninggalkan dirinya yang tetap rapuh bersandar di tembok itu.
Sampai pada akhirnya suara bising yang bersumber dari suara truk melewati jalan yang mengarah kepada tembok yang sama, lantas menabrak lelaki muda itu.
Bersamaan dengan suara lelaki muda B dari luar tempat kejadian perkara yang berteriak, “JANGAAAN!!!” suaranya lantang itu muncul bersamaan dengan suara gemuruh yang dihasilkan oleh truk yang menabrak tembok dan membuat tembok itu hampir menindih tubuh lelaki muda A itu. Supir truk tidak ada di sana, mengira bahwa truk itu melewati jalan buntu karena sang pengemudi sedang mabuk. Tapi semua ini dilakukan Baekyun untuk mengalihkan konflik, kejadian perkara dapat ia manipulasi dengan keahliannya sebagai mantan mahasiswa jurusan Advokasi. bersambung. (Maulida Sufi Hindun)