jagatkitasama.com – Peta jalan untuk mewujudkan terbentuknya pariwisata regeneratif berbasis budaya pesantren tidaklah paten dan kaku, tentunya sangat longgar dan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing desa sekaligus ketersediaan sumberdaya manusia pesantren di desa tersebut. Karena bentuk setiap pariwisata regeneratif di desa berbasis budaya pesantren akan memiliki karakteristik yang berbeda-beda, sesuai dengan potensinya dan mempunyai ciri khas masing-masing yang menampilkan keutamaan yang perlu ditonjolkan.
Akan tetapi, menurut kajian peneliti ada beberapa langkah alternatif yang bisa dilakukan untuk mewujudkan pariwisata regeneratif berbasis budaya pesantren, yang tidak lain adalah mengikuti tahapan-tahapan dalam membangun masyarakat dan membentuk organisasi yang kuat dan mapan.
Langkah Pertama : Persiapan
Persiapan dilakukan untuk melakukan penjajakan atas potensi dari pariwisata regeneratif di desa setempat dengan melibatkan beberapa pesantren di desa tersebut. Dalam hal ini termasuk pesantren adalah pondok pesantren, madrash diniyah taklimiyah dan atau lembaga Pendidikan al-Qur’an (madrasah tidak termasuk).
Penjajakan dilakukan oleh seorang konsultan, tenaga ahli (yang diperkerjakan oleh pemerintah melalui dinas terkait—tergantung dinas yang apresiatif terhadap program ini) untuk mengkomunikasikan dengan pemerintah desa dan pesantren agar membentuk kelompok swadaya masyarakat di lingkungan pesatren sekaligus menggali kesiapan pesantren untuk menjadi “minoritas kreatif” dan kesiapan untuk menyediakan perangkat kesenian, budaya, dan kerajinan.
Langkah kedua : perencanaan
Jika potensi pesantren dan kesiapan desa untuk membentuk pariwisata regeneratif berbasis budaya pesantren sudah “tersedia dan bersedia” maka tenaga ahli atau konsultan melakukan perencanaan pembentukan pariwisata, dengan menyesuaikan kebutuhan potensi yang tersedia dan juga lokasi yang tepat untuk membangun wisata tersebut.
Perencanaan dilakukan secara maksimal dan matang, tanpa adanya cela seminimal mungkin, yang terus menerus digali, diubah, dan direfleksikan berdasarkan hasil rembuk warga bersama komunitas “minoritas kreatif” pesantren.
Langkah perencanaan melibatkan (1) munculnya potensi literasi dan kesenian yang bisa dikembangkan oleh pesantren, (2) munculnya sumberdaya manusia pesantren yang siap untuk mengkoordinir terbentuk “minoritas kreatif” yang akan mensuport kebutuhan seni di wisata regeneratif, (3) ketersediaan sumberdaya manusia pesantren yang siap dengan keterbukaan wawasan lingkungan, pertanian, dan tentunya literasi, yang ditunjang dengan perpustakaan, (4) kesiapan pihak desa untuk mendukung dan menfasilitasi terbentuknya kelompok swadaya masyarakat di pesantren, dan (5) kerelaan pihak desa untuk menyisihkan sedikit dari APBDes guna mengembangkan eksistensi pariwisata regeneratif berbasis budaya pesantren.
Langkah ketiga : pengorganisasian
Setelah proses perencanaan selesai maka dilanjutkan pada proses pengorganisasian, yang melibatkan semua unsur desa, warga desa, dan sekaligus pihak “minoritas kreatif” di pesantren. Pihak pemerintah desa dilibatkan sebagai fasilitator yang mengayomi dan melindungi kelompok swadaya masyarakat yang sudah terbentuk, sekaligus menfasilitasi kesiapan terlaksananya perencanaan yang sudah disusun.
Langkah keempat : pelaksanaan
Ketika proses pengorganisasi sudah dilaksanakan maka pelaksanaan dilakukan dengan menonjolkan beberapa potensi penting yang harus dihadirkan, sebagai pilihan penting untuk memberikan “penyembuhan” kepada masyarakat—sebagai respon atas kegalauan akibat kelelahan berkerja para wisatawan dan para pengindap keterpaparan gawai.
Diantaranya adalah (1) Relaksasi pikiran, bisa diwujudkan dengan meditasi ala pesantren, seperti berdzikir, sholat sunnah pada waktu tertentu atau ubudiyah di tempat-tempat yang memberikan dampak positif pada lingkungan. (2) Penanaman tanaman untuk menjaga Kesehatan udara atau menyuburkan tanah. (3) Kebugaran Tubuh, seperti halnya menyediakan pijat reflexologi ala pesantren atau gymnastic yang disesuaikan dengan kebutuhan desa. (4) Kesehatan Akal, bisa dilakukan dengan mengarang puisi, menulis seluruh keluhan hati, membuat cerita pendek berdasarkan pengalaman. (5) Ketenangan dan ketentraman Hati, dan atau (6) Kirab Budaya dari Pesantren yang memamerkan keanekaragaman koleksi pesantren seperti kitab kuno, keris, buku-buku magnum opus, dan sebagainya.
Langkah kelima : evaluasi Evaluasi dilakukan secara bulanan dan tahunan, untuk mengidentifikasi kelemahan, kekuatan, peluang dan ancamannya di masa kini guna meningkatkan potensi ekonominya di masa depan. Evaluasi dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan agar selalu terjadi dinamika yang sehat untuk menghasilkan produk yang berkualitas. (Moh. Syihabuddin)